Rabu, 14 April 2010

Kehidupan Sosial Budaya Prasejarah

KEHIDUPAN MANUSIA PRASEJARAH DAN PETA KONSEP

a. Masa Berburu dan Meramu
Pada masa berburu dan meramu, keadaan alam masih belum stabil. Manusia hidup secara berkelompok dan jumlahnya tidak terlalu banyak. Mereka selalu berpindah-pindah (nomaden) mencari daerah baru yang dapat memberikan makanan yang cukup. Makanannya diperoleh dengan cara berburu.

Daerah perburuan mereka tidak terlalu jauh dari sungai, danau, atau sumber-sumber air yang lain karena binatang buruan selalu berkumpul di dekat sumber air. Hewan yang diburu antara lain kera, badak, rusa, banteng, dan kerbau liar. Makanan yang mereka kumpulkan adalah umbiumbian, daun-daunan, dan buah-buahan. Hewan dan tumbuhan yang dikumpulkan diolah dengan cara sederhana. Mereka belum mengenal cara memasak makanan karena mereka belum mengenal alat memasak seperti periuk belanga. Masyarakat prasejarah pada awalnya adalah bersifat Nomaden (hidup berpindah-pindah), yaitu pola kehidupannya belum menetap dan berkelompok di suatu tempat serta mata pencahariannya berburu dan masih mengumpulkan makanan atau dikenal dengan ”Food Gethering” yang kemudian pola berpikir berkembang mereka kemudian mulai mencari perlindungan dari panas , hujan dan hewan buas dan mereka hidup digua-gua untuk sementara ( Abris Sous Rosche ) dengan alat-alat yang sederhana baik dalam bentuk ”alat chopper  dan  alat flakes ".
Dalam perkembangan  kehidupan berkembang menjadi  berhuma atau ”semi sedenter” dengan memakai rumah-rumah panggung yang tentu saja tidak jauh dari sungai, ataupun rawa-rawa dan tempat subur lain. Hal ini dibuktikan dengan banyak ” Kjokkenmoddinger ( tumpukan sisa-sisa  makanan dan kulit kerang yang membantu )
Peralatan yang digunakan oleh manusia untuk berburu pada waktu itu dibuat dari batu, kayu, maupun tulang-tulang hewan dalam bentuk yang sederhana. Alat-alat yang digunakan manusia purba pada saat itu adalah sebagai berikut.
(1) Kapak perimbas, digunakan untuk menguliti binatang hasil berburu, merimbas kayu, dan memecah tulang.
(2) Alat serpih, digunakan sebagai gurdi, penusuk, dan sebagai pisau.
(3) Kapak genggam awal, digunakan untuk menggali ubi dan memotong binatang hasil berburu.
b. Masa Bercocok tanam
Pada masa ini, manusia purba sudah menguasai pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan usaha pertanian. Mereka juga sudah memiliki kemampuan mengadakan persediaan makanan. Kemampuan ini diikuti juga dengan kemahiran membuat wadah untuk menyimpan persediaan makanan tersebut. Sistem kehidupan manusia pada masa bercocok tanam sudah mulai tinggal menetap di suatu perkampungan. Kebutuhan mereka juga makin luas, misalnya kebutuhan akan makanan dan pakaian. Untuk memenuhi kebutuhan makanan, mereka bercocok tanam dengan cara berhuma, yaitu dengan menebangi hutan dan menanaminya (bercocok tanam sederhana). Oleh sebab itu, masa ini dikenal juga sebagai masa food producing karena manusia pada masa itu sudah mampu memproduksi makanannya. Masa bercocok tanam ditandai dengan berkembangnya kemahiran mengasah alat-alat batu dan pembuatan gerabah (benda pecah-belah dari tanah liat yang dibakar). Alat yang diasah antara lain kapak lonjong, beliung persegi, mata panah, gerabah, dan perhiasan dari batu dan kerang. Kapak lonjong, beliung persegi, mata panah, dan gerabah. Sehingga secara garis besar masa ini ditandai dengan :
1.  Sistem bercocok tanam/pertanian
• Mereka mulai menggunakan pacul dan bajak sebagai alat bercocok tanam
• Menggunakan hewan sapi dan kerbau untuk membajak sawah
• Sistem huma untuk menanam padi
• Belum dikenal sistem pemupuka
2.  Pelayaran dan ilmu astronomi
Dalam pelayaran manusia prasejarah sudah mengenal arah mata angin dan mengetahui posisi bintang sebagai penentu arah (kompas) maupun dalam penentuan musim dengan berpatokan pada letak dan bentuk bintang
3.  Bahasa
Menurut hasil penelitian Prof. Dr. H. Kern, bahasa yang digunakan termasuk rumpun bahasa   Austronesia yaitu : bahasa Indonesia, Polinesia, Melanesia, dan Mikronesia. Terjadinya perbedaan bahasa antar daerah karena pengaruh faktor geografis dan perkembangan bahasa.
4.  Ilmu Kemasyarakatan dan Politik
Kehidupan yang menetap dan menumbuhkan suatu bentuk keluarga kecil melahirkan suatu ikatan kekerabatan dan saling membutuhkan ” Pasar barter ”, dari sinilah lahir masyarakat kelompok-kelompok yang pada awalnya menjadi cikal bakal lahirnya suatu Desa  dan pasar . Desa perlu adanya suatu pemimpin atau yang dikenal ” kepala suku atau Primus Inter Pares ” sebagai tokoh yang dipilih karena mempunyai kelebihan dibanding yang lain.
5.Kepercayaan
Masyarakat Prasejarah mempunyai kepercayaan pada kekuatan gaib yaitu :
@ Dinamisme, yaitu kepercayaan terhadap benda-benda yang dianggap mempunyai  kekuatan gaib. Misalnya : batu, keris, pohon, sungai, sendang atau tempat keramat
@ Animisme, yaitu kepercayaan terhadap roh nenek moyang mereka yang bersemayam  dalam batu-batu besar, gunung, pohon besar. Roh tersebut dinamakan Hyang.
@ Totemisme, yaitu kepercayaan terhadap kegaiban terhadap binatang- binatang tertentu yang dianggap membawa pengaruh baik dan buruk terhadap kehidupan
Pada masa bercocok tanam, manusia purba juga sudah mengenal atau menemukan api dan sudah mengembangkan alat transportasi air. Alat transportasi yang pertama digunakan adalah rakit. Pada masa ini, kesenian pun mulai dikenal. Mereka mulai membuat kalung dari kulit kerang dan gelang dari batu-batu yang indah. Lukisan berwarna pun ditemukan di dalam gua-gua. 
Perkembangan dari zaman Neolithikum ini dalam hal kepercayaan banyak diwujudkan dalam bentuk budaya Megalith, Kebudayaan batu-batu besar di seluruh dunia, termasuk di  Indonesia, ditandai   oleh: pendirian menhir, dolmen, pundan bertangga, peti mati batu (sarcophagus). Lokasi di Indonesia: Nias, Samosir, Sumba, Flores . Ada Dua kelompok zaman batu :  
(1) tertua di zaman neolitikum: menhir, dolmen, pundan bertangga
(2) masa berikut di zaman logam (zaman perunggu: sarcophagus, alat-alat dari besi & perunggu).
Adapun ciri-ciri kehidupan ditandai oleh adanya:
1.  Konsep tentang kehidupan sesudah mati dan  pemujaan roh
2. Benda-benda atau peralatan sebagai bekal  kubur bersama jenazah dalam kubur batu (sarcophagus)
3. Konsep tentang kekuatan sakti ( terletak di kepala), menyebabkan adanya adat di masyarakat tertentu berbeda-beda.
4. Adanya Upacara kematian yang kompleks dan pengayauan hubungan antara yang manusia di dunia dan leluhurnya yang sudah mati di dunia roh (saat upacara, roh diangkat ke posisi tinggi di akhirat, sehingga dapat turun bersama keturunannya untuk menolong dan memberi berkah kepada mereka).
5. Jauh sebelum lahirnya agama-agama besar di dunia (Hindu, Buddha, Kristen, Islam), masyarakat mengembangkan pengetahuan budaya mereka tentang tokoh-tokoh yang dipuja, kepada siapa mereka tunduk dan mohon pertolongan.
6. Kepercayaan tentang roh, dunia roh, kehidupan sesudah mati, kekuatan dan tokoh - tokoh supernatural  serta penghormatan dan ketundukan kepada mereka diwujudkan dalam bentuk pendirian obyek-obyek pemujaan, seperti menhir, punden bertangga, sarcophagus, dolmen dll. Peninggalan dapat ditelusuri sejak dari zaman batu.
c. Masa Perundagian
Pada masa perundagian, manusia mulai mengenal teknologi pertukangan. Mereka telah mampu mengolah logam, terutama perunggu dan besi. Kemampuan mengolah logam hanya dapat dikerjakan oleh orang yang ahli (undagi). Oleh sebab itu, masa ini dikenal dengan masa perundagian. Masa perundagian merupakan masa perkemba ngan pesat dari berbagai kemahiran membuat alat. Pada masa ini, telah dikenal sistem perdagangan. Sistem ini berkembang pada awalnya untuk mendapatkan timah putih, bahan utama pembuatan alat-alat perunggu. Alat-alat dari perunggu yang dihasilkan pada masa ini ialah nekara, kapak, bejana, dan arca-arca. Alat-alat dari besi yang di hasilkan antara lain mata kapak, mata sabit, mata pisau, mata tembi lang, mata pedang, cangkul, tongkat. Kemahiran membuat gerabah dan manik-manik pun makin baik. Manik-manik sudah dibuat dari kaca.

anambintar@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar