Kamis, 04 Maret 2010

*) Konsep Kepemimpinan Gajah Mada





Gajah Mada, pahlawan pemersatu Nusantara, hidup pada zaman keemasan Majapahit di abad ke-14, tercatat pada prasasti dan naskah-naskah sastra para pujangga besar bangsa ini. Sumpah Amukti Palapa yang sangat sakral, yang diucapkannya di paseban agung Majapahit pada tahun 1334 telah merubah sejarah bangsa besar ini menjadi bangsa yang mempunyai kekayaan budaya, peradaban dan semangat kesatuan yang sangat inheren.
Sejalan dengan filosofi dasar konsepsi persatuan bangsa, BhinnekaTunggal Ika tan hana dharma mangrwa, yang termaktub dalam kitab Sutasoma karya Rakawi Tantular, Gajah Mada terbukti mampu mempersatukan perbedaan dalam bentuk apapun di seluruh persada Nusantara yang sangat heterogen ini.
Semangat Bhayangkara yang melekat dalam dirinya telah membentuk Gajah Mada menjadi seorang tokoh sejarah yang tak lekang dimakan waktu.
Dalam abad ke empat belas, Majapahit merupakan kekuasaan besar di Asia Tenggara menggantikan kedudukan Mataram dan Sriwijaya. Dua negara yang berbeda cirinya. Yang pertama sebagai negara pertanian, sedang yang kedua negara maritim. Kedua ciri itu dimiliki olehMajapahit.
Pada abad itu, timbulnya Majapahit di geopolitik Asia Tenggara yang sanggup mempersatukan seluruh perairan Nusantara Raya merupakan peristiwa sejarah yang belum pernah terjadi.
Majapahit menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara yang ditakuti dan disegani negara-negara tetangganya di daratan Asia. Kekuasaan Majapahit yang sangat luas saat itu terbagi dalam beberapa wilayah kekuasaan. Di Jawa ada sebelas Negara bawahan masing-masing diperintah oleh Raja/Ratu/Prabhu, dan lima propinsi yang disebut Amancanagaramasing-masing diperintah oleh Juru Pengalasan atau Adipati. Kesebelas Negara bawahan di tanah Jawa itu adalah:
1. Daha;
2. Wengker;
3. Matahun;
4. Lasem;
5. Pajang;
6. Paguhan;
7. Kahuripan;
8. Singasari;
9. Mataram;
10. Wirabhumi;
11. Pawanuhan.

Semua pemegang kuasa di Negara bawahan adalah keluarga Raja Majapahit sesuai dengan Nagarakretagama pupuh VI/4 dan XII/6. Kelima propinsi yang disebut Amancanagara disebut menurut mata angin yaitu utara, timur, selatan, barat dan pusat/tengah, masing-masing diperintah oleh seorang Mantri Amancanagara atau Juru Pengalasanatau Adipati yang bergelar Rakryan, seperti juga tertulis pada piagam Bendasari.
Pola pemerintahan seluruh Negara bawahan dan Amancanagara mengikuti pola pemerintahan pusat. Raja, Juru Pengalasan atau Adipati adalah pembesar yang memegang kuasa dan tanggungjawab Negara, namun pemerintahannya diserahkan kepada Patih.

Gajah Mada Dalam Gambaran NEGARAKERTAGAMA

Dalam Nagarakretagama pupuh X, para pembesar Negara dan para patih Negara bawahan atau Amancanagara apabila datang ke Majapahit, mengunjungi Kepatihan Amangkubumi untuk urusan pemerintahan. Apa yang dilaksanakan di pusat, dilaksanakan di daerah.
Dari patih perintah diteruskan ke Wadana, semacam pembesar distrik kemudian turun ke Akuwu sampai ke Buyut, kepala desa sebagai pimpinan wilayah paling rendah dalam struktur organisasi ketatanegaraan Majapahit. Yang menarik, sebagai pusat pemerintahan, Majapahit menerapkan konsep otonomi yang sangat luas kepada semua
Negara bawahan di sebrang lautan. Para Raja, Juru Pengalasan atau Adipati berdaulat penuh di negaranya masing- masing. Majapahit dalam hal ini tidak ikut campur dengan urusan daerah. Kewajiban utama daerah bawahan adalah menyerahkan upeti tahunan dan menghadap Raja Majapahit pada waktu- waktu tertentu sebagai bukti kesetiaan pada Majapahit. Mengikuti rapat besar pada waktu-waktu tertentu. Sedikitnya ada enam macam rapat yang pernah dilakukan. Antara lain:
1. Rapat Perayaan Palguna,
2. Sidang Tentara,
3. Rapat Perayaan Bubat,
4. Rapat Perayaan Caitra,
5. Rapat Paseban dan
6. RapatNusantara.
Dalam Nagarakretagama pupuh XVI/5 ditegaskan bahwa Majapahit melindungi seluruh Negara bawahan dan Amancanagara dengan memelihara Angkatan Laut (Jaladi Bala) yang sangat besar dan tangguh pada abad itu dan sangat ditakuti oleh Negara tetangga di Asia Tenggara.
Bahkan Cina sebagai Negara adikuasa di selatan Asia saat itu sangat menaruh perhatian terhadap pertumbuhan kekuasaan Majapahit yang begitu pesat. Sehingga pada tahun 1416 melakukan show of force dengan mengirimkan 22 jung besarnya yang mengangkut tidak kurang dari dua puluh tujuh ribu prajurit Cina ke Majapahit di bawah pimpinanLaksamana Cheng Ho.. Begitu luasnya wilayah kekuasaan Majapahit mengisyaratkan betapa kompleksnya persoalan yang setiap saat muncul diseluruh wilayah yang lebih luas lagi dari Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini.
Terbukti, Majapahit yang lebih luas lagi dari Indonesia saat ini mampu bertahan sebagai Negara besar, agung, ditakuti dan disegani selama seratus tujuh puluh tahun. Kestabilan keamanan dan politiksecara implisit mangandung muatan pemikiran yang mengacu pada pengakuan atas berhasilnya konsepsi Keamanan dan Pertahanan baik di dalam maupun luar negeri yang diterapkan oleh Majapahit
Konsep strategis sistem dan struktur organisasi keamanan dan pertahanan Majapahit terbukti mampu membawa Negara Agung ini menjadi Negara aman dan berdaulat yang memberikan peluang begitu luas terhadap pertumbuhan di segala sektor: ekonomi, politik, sosial, budaya dan keagamaan.
Memberikan garis struktur dan komando yang jelas terhadap job-description antara Angkatan Darat (Samatya Bala), Badan Intelijen (Sandi Bala), Angkatan Laut (Jaladi Bala) dan Bhayangkara (sebagai kesatuan bersenjata pengawal raja dan kerabatnya) pada saat itu ternyata telah membuktikan adanya regulasi yang sangat brilian, intelektual dan responsif terhadap perkembangan kemajuan peradaban yang sustainable dan futuristik.
Perairan Selat Malaka, yang begitu ramai dikunjungi para pedagang ke dalam dan ke luar perairan Nusantara Raya terbukti sangat aman dijaga oleh Jaladi Bala yang sangat ditakuti saat itu karena memiliki armada dan prajurit yang sangat tangguh di lautan. Juga Samatya Bala sebagai kekuatan militer di daratan yang memiliki puluhan ribu prajurit tangguh dalam mengatur strategi tempur di daratan, dan Bhayangkara yang berfungsi sebagai Angkatan `Bersenjata' yang memiliki garis tugas dan tanggungjawab sebagai pengawal masyarakat sipil di seluruh pelosok Nusantara. Bersama-sama seluruh komponen Angkatan Bersenjata baik di darat dan lautan, para Dharmadhyaksa dan Upapati, Bhayangkara tegar berdiri dan berwibawa sebagai kekuatan yang selalu dekat di istana maupun di seluruh jiwa masyarakat luas, di seluruh wilayah perairan Nusantara Raya.
Di bawah Mapanji Gula-Kelapa (baca: merah-putih), Gajah Mada dengan tegas menetapkan ideologi bangsa yang sangat sakral dan mempunyai muatan falsafah yang sangat luar biasa, yaitu: Bhinneka Tunggal Ika tan hana dharma mangrwa.
Berdasarkan letak geografis, sejarah nenek-moyang bangsa Nusantara, ideologi dan falsafah Negara sebagai holy-spirit bagi setiap jiwa anak bangsa, Gajah Mada dengan tegas menetapkan konsep Negara Maritim yang sangat implementatif terhadap perkembangan bangsa besar ini.
Konsepsi Negara Maritim, sebagai warisan nenek-moyang terbukti mampu membawa bangsa ini selama seratus tujuh puluh tahun hidup tentram, damai, gemah ripah loh jinawi. Dan berwibawa di mata mancanegara.
Namun, keruntuhan Majapahit akibat perebutan kekuasaan antar kerabat yang sangat klise telah merubah konsepsi dasar falsafah bangsa besar ini menjadi bangsa yang tak lagi mampu menguasai perairan yang sangat luas sebagai kekayaan di perairan Nusantara ini.
Kerajaan islam, Demak, Pajang, Jipang, Banten dan Mataram serta yang lain sebagai "penerus" Majapahit ternhyata tak mampu mempertahankan konsepsi Negara Maritim sebagai warisan yang sangat mahal yang pernah dimiliki bangsa besar ini.
Sebagai anak bangsa kiranya setelah kemerdekaan 65 tahun yang lalu mampukah dan sudahkah mampu mengetrapkan dan mengambil ajaran Gajah Mada ? .... kiranya sebagai harapan mudah-mudahan lahir gajah mada-gajah mada baru dihari esuk !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar